Perilaku Etika dalam Bisnis
Etika bisnis memiliki
definisi yang hampir sama dengan etika profesi, namun secara lebih rinci. Etika
bisnis adalah perilaku etis atau tidak etis yang dilakukan oleh pimpinan,
manajer, karyawan, agen, atau perwakilan suatu perusahaan.
Dalam menciptakan etika
bisnis ada beberapa hal yang diperhatikan antara lain: pengendalian diri,
pengembangan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan
persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan, dan
menghindari 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi), mampu
mengatakan yang benar itu benar. Dengan adanya moral dan etika dalam dunia
bisnis, serta kesaran semua pihak untuk melaksanakannya, hal tersebut dapat
dikurangi serta mampu menghadapi era globalisasi.
A. Lingkungan Bisnis yang Mempengaruhi
Perilaku Etika
Lingkungan bisnis adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi aktivitas bisnis dalam suatu lembanga organisasi atau perubahan.
Faktor – faktor yang mempengaruhi lingkungan bisnis adalah :
·
Lingkungan internal
Segala sesuatu didalam organisasi
atau perusahaan yang akan mempengaruhi organisasi atau perusahaan tersebut.
·
Lingkungan Eksternal
Segala sesuatu di luar batas-batas
organisasi atau perusahaan yang mempengaruhi organisasi atau perusahaan.
Perubahan lingkungan bisnis yang semakin tidak
menentu dan situasi bisnis yang semakin komperatif menimbulkan pesaingan yang
semakin tajam, ini di tandai dengan semakin banyaknya perusahaan milik
pemerintah atau swasta yang didirikan baik itu perusahaan berskala besar,
perusahaan menengah, maupun perusahaan berskala kecil. Tujuan dari sebuah
bisnis kecil adalah untuk tumbuh dan menghasilkan uang.Untuk melakukan itu,
penting bahwa semua karyawan di papan dan bahwa kinerja mereka dan perilaku berkontribusi
pada kesuksesan perusahaan.Perilaku karyawan, bagaimanapun, dapat dipengaruhi
oleh faktor eksternal di luar bisnis.Pemilik usaha kecil perlu menyadari
faktor-faktor dan untuk melihat perubahan perilaku karyawan yang dapat sinyal
masalah, antara lain:
·
Budaya Organisasi
Keseluruhan budaya
perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan kerja,
pelanggan dan pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi
mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan
otonomi / pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan. “Nada di atas” sering
digunakan untuk menggambarkan budaya organisasi perusahaan. Nada positif dapat
membantu karyawan menjadi lebih produktif dan bahagia. Sebuah nada negatif
dapat menyebabkan ketidakpuasan karyawan, absen dan bahkan pencurian atau
vandalisme.
·
Ekonomi Lokal
Melihat seorang
karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian setempat. Jika
pekerjaan yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara keseluruhan lebih
bahagia dan perilaku mereka dan kinerja cermin itu. Di sisi lain, saat-saat
yang sulit dan pengangguran yang tinggi, karyawan dapat menjadi takut dan cemas
tentang memegang pekerjaan mereka.Kecemasan ini mengarah pada kinerja yang
lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian. Dalam beberapa karyawan,
bagaimanapun, rasa takut kehilangan pekerjaan dapat menjadi faktor pendorong
untuk melakukan yang lebih baik.
·
Reputasi Perusahaan dalam Komunitas
Persepsi karyawan
tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal dapat
mempengaruhi perilaku. Jika seorang karyawan menyadari bahwa perusahaannya
dianggap curang atau murah, tindakannya mungkin juga seperti itu. Ini adalah
kasus hidup sampai harapan. Namun, jika perusahaan dipandang sebagai pilar
masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan lebih cenderung untuk menunjukkan
perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok berharap bahwa dari mereka.
·
Persaingan di Industri
Tingkat daya saing
dalam suatu industri dapat berdampak etika dari kedua manajemen dan karyawan,
terutama dalam situasi di mana kompensasi didasarkan pada pendapatan. Dalam
lingkungan yang sangat kompetitif, perilaku etis terhadap pelanggan dan pemasok
dapat menyelinap ke bawah sebagai karyawan berebut untuk membawa lebih banyak
pekerjaan. Dalam industri yang stabil di mana menarik pelanggan baru tidak
masalah, karyawan tidak termotivasi untuk meletakkan etika internal mereka
menyisihkan untuk mengejar uang.
B.
Kesaling – tergantungan antara Bisnis dan Masyarakat
Bisnis melibatkan
hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang yang dikenal sebagai
stakeholders, yaitu pelanggan, tenaga kerja, stockholders,
suppliers, pesaing, pemerintah dan komunitas. Oleh karena itu para pembisnis
harus mempertimbangkan semua bagian dari stakeholders dan bukan hanya
stockholdernya saja. Pelanggan, penyalur, pesaing, tenaga kerja dan bahkan
pemegang saham adalah pihak yang sering berperan untuk keberhasilan dalam
berbisnis. Lingkungan bisnis yang mempengaruhi perilaku etika adalah
lingkungan makro dan lingkungan mikro. Sebagai bagian dari masyarakat, tentu
bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis
dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika
tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis
maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak
langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat
bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang
bersifat interaktif. Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial
suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu
berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
bisnis dengan masyarakat umum juga memiliki etika pergaulan yaitu etika
pergaulan bisnis.Etika pergaulan bisnis dapat meliputi beberapa hal antara lain
adalah:
1. Hubungan antara bisnis dengan langganan / konsumen
Hubungan
antara bisnis dengan langgananya adalah hubungan yang paling banyak dilakukan,
oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara baik. Adapun
pergaulannya dengan langganan ini dapat disebut disini misalnya saja : Kemasan
yang berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk membedakan atau mengadakan perbandingan
harga terhadap produknya.Bungkus atau kemasan membuat konsumen tidak dapat
mengetahui isi didalamnya. Pemberian servis dan terutama garansi adalah
merupakan tindakan yang sangat etis bagi suatu bisnis.
2. Hubungan dengan
karyawan
Manajer
yang pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali
harus berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis
dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment),
Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat, Tranfer, demosi (penurunan
pangkat) maupun lay-off atau pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja).
3. Hubungan antar
bisnis
Hubungan ini merupakan
hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain. Hal ini bisa
terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir, pengecer, agen
tunggal maupun distributor.
4. Hubungan dengan
Investor
Perusahaan yang
berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik”
harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada
para insvestor atau calon investornya. prospek perusahan yang go
public tersebut. Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan
terhadap informasi terhadap hal ini.
5. Hubungan dengan
Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan dengan
lembaga-lembaga keuangan terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan
pergaulan yang bersifat finansial.
C.
Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Korupsi, kolusi, dan
nepotisme yang semakin meluas di masyarakat yang sebelumnya hanya di tingkat
pusat dan sekarang meluas sampai ke daerah-daerah, dan meminjam istilah guru
bangsa yakni Gus Dur,korupsi yang sebelumnya di bawah meja, sekarang sampai ke
meja-mejanya dikorupsi adalah bentuk moral hazard di kalangan ekit politik dan
elit birokrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa di sebagian masyarakat kita telah
terjadi krisis moral dengan menghalalkan segala mecam cara untuk mencapai
tujuan, baik tujuan individu memperkaya diri sendiri maupun tujuan kelompok
untuk eksistensi keberlanjutan kelompok. Terapi ini semua adalah pemahaman,
implementasi dan investasi etika dan nilai-nilai moral bagi para pelaku bisnis
dan para elit politik. Dalam kaitan dengan etika bisnis, terutama bisnis
berbasis syariah, pemahaman para pelaku usaha terhadap ekonomi syariah selama
ini masih cenderung pada sisi “emosional” saja dan terkadang mengkesampingkan
konteks bisnis itu sendiri. Padahal segmen pasar dari ekonomi syariah cukup
luas, baik itu untuk usaha perbankan maupun asuransi syariah. Dicontohkan,
segmen pasar konvensional, meski tidak “mengenal” sistem syariah, namun
potensinya cukup tinggi. Mengenai implementasi etika bisnis tersebut, Rukmana
mengakui beberapa pelaku usaha memang sudah ada yang mampu menerapkan etika
bisnis tersebut. Namun, karena pemahaman dari masing-masing pelaku usaha
mengenai etika bisnis berbeda-beda selama ini, maka implementasinyapun berbeda
pula, Keberadaan etika dan moral pada diri seseorang atau sekelompok orang
sangat tergantung pada kualitas sistem kemasyarakatan yang melingkupinya. Walaupun
seseorang atau sekelompok orang dapat mencoba mengendalikan kualitas etika dan
moral mereka, tetapi sebagai sebuah variabel yang sangat rentan terhadap
pengaruh kualitas sistem kemasyarakatan, kualitas etika dan moral seseorang
atau sekelompok orang sewaktu-waktu dapat berubah. Baswir (2004) berpendapat
bahwa pembicaraan mengenai etika dan moral bisnis sesungguhnya tidak terlalu
relevan bagi Indonesia. Jangankan masalah etika dan moral, masalah tertib hukum
pun masih belum banyak mendapat perhatian. Sebaliknya, justru sangat lumrah di
negeri ini untuk menyimpulkan bahwa berbisnis sama artinya dengan menyiasati
hukum. Akibatnya, para pebisnis di Indonesia tidak dapat lagi membedakan antara
batas wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum. Wilayah etika dan moral
adalah sebuah wilayah pertanggungjawaban pribadi. Sedangkan wilayah hukum
adalah wilayah benar dan salah yang harus dipertanggungjawabkandi depan
pengadilan. Akan tetapi memang itulah kesalahan kedua dalam memahami masalah
etika dan moral di Indonesia. Pencampuradukan antara wilayah etika dan moral
dengan wilayah hukum seringkali menyebabkan kebanyakan orang Indonesia tidak
bisa membedakan antara perbuatan yang semata-mata tidak sejalan dengan
kaidah-kaidah etik dan moral, dengan perbuatan yang masuk kategori perbuatan
melanggar hukum. Sebagai misal, sama sekali tidak dapat dibenarkan bila masalah
korupsi masih didekati dari sudut etika dan moral. Karena masalah korupsi sudah
jelas dasar hukumnya, maka masalah itu haruslah didekati secara hukum. Demikian
halnya dengan masalah penggelapan pajak, pencemaran lingkungan, dan pelanggaran
hak asasi manusia.
D. Perkembangan
Dalam Etika Bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis
1.Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2. Masa Peralihan:
tahun 1960-an
ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3. Etika Bisnis Lahir
di AS: tahun 1970-an
Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4. Etika Bisnis Meluas
ke Eropa: tahun 1980-an
di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5. Etika Bisnis menjadi
Fenomena Global: tahun 1990-an
tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
E.
Etika Bisnis Dalam Akuntansi
Dalam menjalankan
profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi
dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan
Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman
kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga
dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau
sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya,
tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian
pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi
sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan
mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai
profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan
mengutamakan integritas. Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan
bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan
dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi
dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung
jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder.
Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat
merugikan. Banyak orang yang menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan
bahwa, bisnis tidak memerlukan etika. Dalam menciptakan etika bisnis,
Dalimunthe (2004) menganjurkan untuk memperhatikan hal sebagai berikut :
1. Pengendalian
Diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan
diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam
bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan
keuntungan dengan jalan main curang atau memakan pihak lain dengan menggunakan
keuntungan tersebut. Walau keuntungan yang diperoleh merupakan hak bagi pelaku
bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat
sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etik”.
2. Pengembangan
Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan
keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan
sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
3. Mempertahankan
Jati Diri
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk
terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Namun demikian bukan
berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi
informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian
bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat
adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan
Persaingan yang Sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk
meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan
yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku
bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya
perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan
sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan
yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan
Konsep “Pembangunan Berkelanjutan”
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan
hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan
dimasa datang.
6. Menghindari
Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi,Kolusi dan komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap
seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan
korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis
ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu
Menyatakan yang Benar itu Benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar
untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa
dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan
“kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk
mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan
Sikap Saling Percaya antar Golongan Pengusaha
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif”
harus ada sikap saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan
golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah mampu berkembang bersama
dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini
kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah
waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan
berkiprah dalam dunia bisnis.
9. Konsekuen
dan Konsisten dengan Aturan main Bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan
tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan
konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah
disepakati, sementara ada “oknum”, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang
lain mencoba untuk melakukan “kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas semua
konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu demi satu.
10. Memelihara
Kesepakatan
Memelihara kesepakatan atau menumbuh kembangkan
Kesadaran dan rasa Memiliki terhadap apa yang telah disepakati adalah salah
satu usaha menciptakan etika bisnis. Jika etika ini telah dimiliki oleh semua
pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11. Menuangkan
ke dalam Hukum Positif
Perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam
suatu hukum positif yang menjadi Peraturan Perundang-Undangan dimaksudkan untuk
menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti “proteksi”
terhadap pengusaha lemah.
Contoh Soal :
1. Apa
pengertiaan dari Etika Bisnis adalah …
A. Untuk
tumbuh dan menghasilkan uang.
B. Hubungan
antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain.
C.
Perilaku
etis atau tidak etis yang dilakukan oleh pimpinan, manajer, karyawan, agen,
atau perwakilan suatu perusahaan.
D. Menambahkan
mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang
paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
2. Apa
saja Faktor – faktor yang mempengaruhi lingkungan bisnis …
A. Lingkungan internal dan Lingkungan
Eksternal
B. Hubungan
antara bisnis dengan langganan / konsumen
C. Menciptakan
Persaingan yang Sehat dan Memelihara Kesepakatan
D. Budaya Organisasi dan Ekonomi Lokal.
3. Tujuan
dari sebuah bisnis kecil adalah …
A.
Untuk
tumbuh dan menghasilkan uang.Untuk melakukan itu, penting bahwa semua karyawan
di papan dan bahwa kinerja mereka dan perilaku berkontribusi pada kesuksesan
perusahaa.
B. Semua
konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila
setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut.
C. Untuk
menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada sikap saling percaya
(trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah,
sehingga pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang
sudah besar dan mapan.
D. Memelihara
kesepakatan atau menumbuh kembangkan Kesadaran dan rasa Memiliki terhadap apa
yang telah disepakati adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis.
4. Yang
bukan Etika pergaulan bisnis adalah …
A. Hubungan
antara bisnis dengan langganan / konsumen
B. Hubungan
dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
C. Hubungan
antar bisnis.
D. Mempertahankan Jati Diri.
5. Kewajiban
akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu …
A. Penarikan
(recruitment), Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat
B. Kompetensi, Objektif dan Mengutamakan
integritas.
C. Kesepakatan,
Saling Percaya dan Konsisten
D. Percaya
diri, Rendah hati dan Mantang mundur
Sumber :
https://harmbati.wordpress.com/2014/10/03/perilaku-etika-dalam-bisnis/
0 komentar:
Posting Komentar